Pro Kontra Kawasan Sriwedari, FOKSRI Beri Peringatan

oleh -1132 Dilihat
banner 468x60

Surakarta – Selama beberapa dekade, pro kontra dan sengketa taman Sriwedari atau dikenal sebagai Taman Hiburan Rakyat (THR) di Kota Solo tak kunjung menemukan solusi yang tepat untuk mempertahankan tempat budaya dan juga tempat rekreasi tersebut.

Beberapa truk pengangkut bahan material keluar masuk kawasan Sriwedari atau THR sebagai bentuk proyek renovasi Masjid Sriwedari. Namun, masjid Sriwedari disinyalir akan mangkrak karena pendanaan yang tersendat.

Sejak pendirian Masjid Taman Sriwedari Surakarta atau MTSD dimulai pada 2018 dan belum sepeser pun dana APBD dikucurkan untuk proyek tersebut. Sebab proyek yang awalnya diprediksi menelan anggaran sekitar Rp 165 miliar itu, didesain sebagai proyek yang dibiayai sepenuhnya dari donasi masyarakat dan corporate social responsibility (CSR) perusahaan/BUMN.

Hal ini menyita perhatian pembina Forum Komunitas Sriwedari atau FOKSRI dan juga pakar hukum BRM Kusumo Putro S.H. M.H. Kusumo sangat menyayangkan apabila kawasan Sriwedari menjadi bangunan yang mangkrak ataupun tidak layak pakai sama sekali, mengingat sejarah Sriwedari ada dari tahun 1910 sejak tahta kerajaan Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwono X, raja Keraton Kasunanan Surakarta.

“Sriwedari itu arahnya sebenarnya mau dibawa kemana? Bangunan, gedung, dan masjid sebesar itu, apakah tega dibiarkan mangkrak? Kalau betul ada hutang dalam proses revitalisasi, hutangnya itu berapa, tolong transparan, biar kita ini tau tanggung jawab pemerintah itu benar benar ada,” tegas Kusumo.

Kusumo juga mengajak DPRD kota Solo untuk berperan dalam pembangunan kembali kawasan Sriwedari. Tak hanya itu, kontraktor dan vendor proyek yang berkecimpung dalam revitalisasi kawasan Sriwedari juga diharapkan Kusumo dapat turut andil dalam diskusi penyelesaian kontra Sriwedari.

“Yah saya akan mencoba mengajak DPRD, kontraktor dan juga vendor untuk diskusi soal ini, karena jujur saya gak bisa lihat gedung wayang orang yang sebegitu besar dan bagusnya jaman dulu hampir roboh, masjid yang saya kagumi juga tidak terpakai hanya karena sengketa, akhirnya kotor dan terurus, UMKM dan penyambung hidup para pedagang kecil juga sudah pupus, ” tutur Kusumo.

Kusumo berharap revitalisasi kawasan Sriwedari cepat selesai, mengingat Sriwedari adalah peninggalan leluhur dan juga bagian dari sejarah Keraton Surakarta. (jen)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *