Surakarta – Persidangan keenam penjebolan Benteng Baluwarti Keraton Kartasura Sukoharjo menghadirkan tiga saksi ahli pada Senin (21/11/2022). Genap 6 bulan pasca penjebolan tembok Keraton tersebut, Pemkab Sukoharjo tak kunjung memberikan penyelesaian kasus. Dalam persidangan tersebut Pemkab Sukoharjo dinilai lamban dalam proses penetapan cagar budaya.
Pensiunan dosen arkeologi Universitas Gajah Mada (UGM), Inajati Adrisijati sebagai saksi ahli mengatakan bahwa ia telah melakukan penelitian sejak 1978, bahkan pada tahun 1985, khusus melakukan penelitian sejarah Keraton Kartasura untuk penulisan disertasinya. Namun ternyata Keraton Kartasura baru diregister sebagai Obyek Yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) pada 2015. Melalui zoom meeting, dan diikuti oleh beberapa saksi ahli seperti Wardiyah pamong budaya ahli muda pada Kemendikbudristek yang ditempatkan di Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah, dan juga tentunya Tunjung Wahadi yang merupakan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Sukoharjo yang ditunjuk oleh Bupati Sukoharjo Etik Suryani dengan SK. No.430/107/Tahun 2022 tanggal 31/01/2022. Inajati memaparkan pernyataan tersebut tidak bersifat politis, namun merupakan keluhan di antara para ahli sejarah dan arkeolog, khususnya terhadap Keraton Kartasura.
“Yang menarik dari persidangan adalah pendapat dari Prof. Inayati, yang menyatakan bahwa keterlambatan proses penetapan cagar budaya oleh pemerintah adalah diakibatkan masih kurangnya kesadaran pemerintah dan pembuat kebijakan dalam memandang arti pentingnya suatu cagar budaya sebagai bukti sejarah tentang peradaban bangsa, sehingga sejarah seolah menjadi yang dinomor sekiankan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah, padahal cagar budaya merupaka bukti adanya peradaban dan budaya suatu masyarakat sebagai identitas,” kata saksi ahli Inayati dalam pers rilis tersebut.
Sama halnya dengan Ketua Umum Forum Budaya Mataram (FBM), Dr, BRM Kusomo Putro S.H. M.H., ia juga sangat geram dengan lambannya penyelesaian kasus tersebut. Kusumo menilai dan menduga kasus tersebut terlalu berbelit-belit dan sangat lamban, sehingga menimbulkan persepsi negatif parah ahli, budayawan, dan juga masyarakat Kota Surakarta yang masih memegang adat istiadat budaya dan leluhur Keraton Kartasura.
“Ini kasus sudah tergolong lama dan lamban yaa, sudah mau ganti tahun, tapi masih saja lamban penanganannya. Padahal sudah banyak saksi ahli, arkeolog dan tim ahli cagar budaya itu sendiri, akan tetapi seperti sulit dalam pengungkapan kasusnya, ini yang perlu diselidiki”, tutur Kusumo.
Kusumo tetap akan terus meminta pertanggung jawaban Pemkab Sukoharjo untuk mengusut siapa dalang di balik pengrusakan tembok Keraton Kartasura. Harapan terbesar Kusumo hal ini tidak terjadi lagi di situs-situs budaya di area Surakarta maupun wilayah lainnya, karena sangat jelas cagar budaya tersebut harus dilestarikan, sebagai tanggung jawab kita sebagai generasi penerus para leluhur Keraton Surakarta Hadiningrat. (jen)