SOLO, SINDOSOLO.NEWS – Salah satu tugas, peran, humas di Lembaga pendidikan adalah produksi informasi dan publikasi. Kemasan informasi bisa berupa karya jurnalistik baik berita, artikel, dan feature. Hal itu disampaikan Wakil Kepala Sekolah bidang Humas SD Muhammadiyah 1 Ketelan Surakarta, Selasa (28/2/2023).
Laki-laki paruh baya ini mengatakan, “Publikasi informasi dilakukan melalui pengiriman press release dan mempublikasikannya di media internal lembaga. Rilis adalah berita yang dibuat oleh humas Lembaga pendidikan,” ujar Jatmiko.
Menguasai ilmu dan keterampilan jurnalistik menjadi syarat utama praktisi humas (Public Relation Practitioner) di era industry 4.0 menuju masyarakat 5.0.
“alHamdulillah, saya telah mengikuti kelas independent media accelerator merumuskan jurnalisme berkualitas dan bisnis media yang tepat dengan nilai 100 bersama Tempo Institute tertanda tangan Direktur Qaris Tajudin,” terangnya.
Dia menjelaskan, jurnalisme yang berkualitas bisa jadi tidak hanya dilihat sebagai entitas sendiri. Ia harus terkait dengan kesinambungan bisnis media. Apa artinya mempraktikkan jurnalisme berkualitas jika tidak bisa bertahan secara bisnis.
“Problem utama di era digital, musuh utama jurnalisme yang baik adalah bisnis yang baik. Biasanya, media online yang menganut prinsip-prinsip jurnalisme baik konvensional skala bisnisnya tidak besar atau kurang baik,” ujar Penggerak Berita Sekolah Solo.
Ada tiga hal yang disoroti di dunia media, Pertama, kualitas jurnalisme, dimana kualitas jurnalisme dinilai menurun. Era digital mendorong orang beradu cepat dan banyak-banyakan memproduksi berita, sebab jika tidak banyak berita maka google analitik akan jeblok.
Kedua, adalah bisnis model, akan seperti apa model bisnis media. Dulu orang rela merogoh uang untuk mendapat informasi, tapi sekarang sulit sekali orang menjual berita. Tempo misalnya, memproduksi konten yang ekslusif, tak lama akan muncul screenshot-nya dimana-mana. Penyebarnya bukan hanya orang umum, bahkan jurnalis sendiri. Mereka seolah tidak peduli apa dilakukannya itu, mencederai usaha rekannya dalam mencari berita.
Ketiga, adalah disrupsi teknologi. Kabar baiknya, banyak media baru di Indonesia telah memiliki cara pandang baru dalam bermedia. Dimana mereka sudah mulai menggunakan multimedia, seperti dengan ilustrasi, video, televisi, hingga komik. Berbeda dengan media konvensional yang sulit bergerak di tengah himpitan disrupsi teknologi.
“Independent Media Accelerator diharapkan dapat mencari dan merumuskan bentuk baru bermedia, yang memungkinkan untuk dikembangkan agar media mampu mengatasi persoalan disrupsi teknologi,” tutur Jatmiko yang pernah jadi contributor terbaik 1. (red)